TEMPO.CO, Jakarta - Suara serak orasi buruh silih berganti. Semangat mereka tetap berapi-api, menuntut pembatalan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law. Ini hari ketiga para buruh dan pekerja mogok turun ke jalan, setelah beleid itu disahkan DPR pada 5 Oktober 2020.
Berpusat di kawasan-kawasan industri, buruh menyerukan pasal-pasal yang hanya menguntungkan investor dalam undang-undang sapu jagat. Aturan ini dinilai mengancam kesejahteran hak-hak pekerja. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam tuntutannya setidaknya menyoroti 12 klausul. Salah satu poin yang dipersoalkan adalah longgarnya izin tenaga kerja asing masuk Indonesia.
Klausul ini dikhawatirkan menggeser hak-hak pencari kerja memperoleh lapangan pekerjaan di negeri sendiri. “Jelas ini akan mempermudah TKA (tenaga kerja asing) masuk. Apalagi praktiknya, saat ini saja TKA unskill (tidak memiliki kemampuan) sudah banyak yang masuk,” tutur Presiden KSPI Said Iqbal dalam surat terbukanya yang dikutip pada 8 Oktober 2020.
Penolakan UU Cipta Kerja akibat pelonggaran perekrutan tenaga asing juga datang dari Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan. Ia menilai keberadaan produk undang-undang ini hanya akan menimbulkan masalah baru di tengah pandemi Covid-19.
“RUU ini hanya akan menyebabkan karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap. Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) akan semakin besar,” ujar Syarief.